Kamis, 19 Juli 2018

Cerpen Matematika "TUGAS DARI PAK OTONG"

Teet…teet… teet… teet.
Suara bel bergema. Itu tanda waktu pulang Sekolah. Semua murid berhamburan keluar dari kelas, kecuali kelas tiga. Di dalam kelas tiga ada Pak Otong. Ia sedang memberi tugas kelompok kepada para siswa. Pak Otong adalah guru kelas yang selalu memberi tugas kelompok setiap min ggunya.
“Anak-anak minggu ini tugas kalian adalah membeli buku di pasar!” seru Pak Otong. “
Ida mengngkat tangan seraya bertanya “Beli buku apa, Pak?”
“Buku cerita atau buku doa-doa anak,” jelas Pak Otong.
“Baik Pak,” jawab anak-anak serentak.
Tidak ada yang protes, siswa-siswanya selalu nurut jika diberi tugas oleh Pak Otong. Bahkan mereka gembira menerima tugas-tugas itu, karena tugas dari Pak Otong tidak membosankan. Ada saja kejutan-kejutan yang membuat para siswa merasa tertantang.
Tugas membeli buku yang diberikan Pak Otong bukan tanpa alasan. Jarak antara sekolah dengan pasar sangat dekat, hanya berjarak 100 meter. Anak-anak tinggal jalan kaki saja. Selain itu, Pak Otong memanfaatkan pasar sebagai objek belajar bagi muridnya.
Bagi Pak Otong, ketika para siswa diberi pelajaran dengan cara memanfaatkan keadaan sekililing akan membuat murid-muridnya menerima ilmu pengetahuan.
Setelah Pak Otong selesai menjelaskan tugas pada muridnya, semua murid dipersilahkan keluar. Karena tugas itu boleh dikerjakan selama satu minggu, ada yang langsung pulang, namun ada pula yang langsung ke pasar.
 “Li langsung ke pasar, yuk!” ajak Ida kepada Arli.
“Ayo Da, biar besok langsung diberikan ke Pak Otong hasilnya”, jawab Arli.
Arli, Ida, bersama tiga temannya yang lain menjadi satu kelompok berjalan bersama-sama menuju pasar.

***
Ida, Arli, dan tiga temannya membeli 4 buku di salah satu pedagang emperan di pasar Kranggot. Mereka membeli 1 buku Dongeng Dampu Awang seharga Rp7.500, buku Doa Anak Shaleh seharga Rp5.000, satu buku komik Geger Cilegon dengan harga Rp.8.000, dan satu lagi buku cerita Rakyat Cilegon seharga Rp.6.000.
“Berapa Pak semuanya?” tanya Arli kepada penjual buku.
“Rp25.500, Nak,” kata penjual.
Ida membayar dengan satu lembar uang pecahan Rp20.000 dan satu lembar uang pecahan Rp10.000 hasil sumbangan dari semua siswa di kelompoknya.
“Ini, Pak,” Ida menyodorkan uang tersebut.
Penjual buku menerima uang itu dan memberikan kembalian sebesar Rp4.500.
“Terima kasih, Pak,” mereka bersama-sama mengucapkan terima kasih dengan ramah dan sopan.
“Sama-sama, Anak-anakku,” jawab penjual buku dengan senyuman yang membuat para siswa merasa begitu akrab dengan lelaki dewasa kisaran 35 tahunan itu.
Setelah berjalan beberapa langkah, tiba-tiba Arli berhenti dan langsung menatap Ida--juga ketiga temannya yang lain.
“Kita harus balik lagi ke pedagang buku yang tadi!”
 “Memangnya kenapa?” serentak teman-temannya bertanya keheranan.
“Ada yang ketinggalan?” Ida bertanya lagi untuk memastikan.
“Tidak!”
“Lalu?” lagi-lagi teman-temannya bertanya serentak.
 “Sepertinya bapak itu salah hitung,” Arli menjelaskan. “Coba hitung lagi.”
“Coba kamu hitung, Arli,” pinta Ida disambut anggukan teman-temannya.
“Begini teman-teman, harga buku dongeng Rp7.500, harga buku do’a anak Rp5.000, harga buku komik Rp8.000, dan harga buku cerita Rp6.000. Ayo kita bersama-sama menghitung, 7.500 + 5.000 + 8.000 + 6.000 = 26.500.”
“Bapak itu bilang Rp.25.500,” Ida mulai sadar ada yang salah.  “Berarti kita kurang bayarnya,”
“Berapa kurangnya, Da?” tanya tiga temannya yang lain.
 “Tadi Arli sudah menghitung, mestinya kita membayar Rp26.500 , tapi kita bayar Rp30.000 dikasih kembalian Rp4.500. Jadi, tadi kita bayar hanya Rp25.500. Sekarang kita hitung deh, Rp27.500-Rp25.500. Kita kurang Rp1.000.”
Mendapat penjelasan dari Ida, semua setuju untuk kembali ke pasar. Mereka memang anak-anak yang baik. Mereka tidak mau mengambil apa pun yang bukan hak mereka. Oleh karena itu, mereka sangat menyukai pelajaran matematika. Karena dengan matematika, mereka bisa menghitung mana yang menjadi hak orang lain dan mana yang menjadi hak mereka.   
Sesampainya mereka di depan penjual buku, penjual itu kebingungan.
“Kok anak-anak balik lagi, ada yang ketinggalan?”
“Tidak, Pak,” Ida menjawab sambil tersenyum. “Tadi bapak salah hitung harusnya kami membayar Rp.26.500 bukan Rp.25.500.
“Jadi kami kurang Rp.1.000 bayarnya kepada Bapak,” Arli ikut menjelaskan.
Pedagang itu tersenyum. “Wah terima kasih ya anak-anak, kalian adalah anak-anak  jujur. Orang tua kalian pasti bangga punya anak seperti kalian,”
            Mereka pulang membawa belanjaan tugas dari Pak Otong. Pak Otong adalah guru yang selalu mengajarkan kejujuran kepada mereka.
Sudah seharusnya kita bersikap jujur kepada siapapun, kan? Jujur kepada orang tua, guru, teman, pedagang dan kepada semua orang.

Cerpen Matematika "TUGAS DARI PAK OTONG"

Teet…teet… teet… teet. Suara bel bergema. Itu tanda waktu pulang Sekolah. Semua murid berhamburan keluar dari kelas, kecuali kelas tiga....